Di era globalisasi ini pendidikan sangant diperlukan untuk
menunjang kesuksesan seseorang, itu lah yang menjadikan semangat bagi waluyo
untuk memperjuangkan cita-cita anaknya untuk menjadi seorang broadcaster. Tak peduli
berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai anaknya untuk
menyelesaikan kuliahnya.
Sejak tahun 2014, anaknya mulai duduk dibangku perkuliahan
jurusan komunikasi massa. Bermodalkan dari hasil sawah dan beberapa pekerjaan
sampingan lainnya, ia mampu memenuhi biaya yang harus dibayarkan mulai dari
pembeyaran DPI jurusan komunikasi, hingga semua biaya yang diminta oleh pihak
kampus serta uang kos dan biaya hidup anaknya.
Waluyo adalah petani di sebuah desa yang terletak di
kabupaten klaten, umurnya yang sudah hampir setengah abad tak menghalangi niat
baiknya untuk mewujudkan cita-cita anaknya menjadi seorang broadcaster. Dia tak
pernah bosan melakoni aktifitasnya sebagai seorang petani.
“ya beginilah aktifitas saya setiap hari, mengurus sawah
agar hasil panen tidak merugi, sesekali juga membajak sawah kalok ada yang
memerlukan bantuan, kalok pulang selalu membawa rumput untuk pakan ternak
juga.”
Bapak dari dua orang anak ini tak ingin nasib anaknya
berakhir seperti dirinya yang hanya menjadi seorang petani desa. Dulu ia memang
dilahirkan dari keluarga miskin, almarhum ibunya harus berjuang membiayai
dirinya dan kedua kakaknya seorang diri, lantaran ayahnya menikah lagi dengan
wanita lain. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk tak meneruskan sekolahnya
lantaran merasa kasihan terhadap ibunya.
Jika para petani umumnya bisa kaya dari hasil panennya
ketika musim panen, tidak dengan waluyo. Karena baginya tak gampang menjadi
seorang petani, ia harus pandai memutar otak agar hasil panennya tak merugi. Karena,
tak jarang hasil panen yang ia dapatkan tak sebanding dengan modal yang
dikeluarkan untuk menanam dulu, walaupun terlihat banyak hasil panennya, namun
tak banyak laba yang diperolehnya.
Penidikan itu Penting
Walaupun waluyo hanya seorang petani, namun ia meahami betul
jika pendidikan itu sangat dipentingkan di era globalisasi ini bagi
anak-anaknya. Dunia akan terus berkembang maju, jika anaknya tak mengenyam
pendidikan maka akan tertinggal sangat jauh di belakang. Ini ia lakukan karena
sudah kewajibannya sebagai orang tua untuk memberikan pendidikan yang layak
bagi anak-anaknya.
Jika para petani desa hanya mencukupkan pendidikan anaknya
di bangku sekolah menengah atas, tidak dengan waluyo. Waluyo begitu meris melihat
realitas di desanya, padahal jika dilihat dari sisi ekonomi mereka lebih mampu
dan berlebih jika mau menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi.
Sebagian orang tua belum memahami pentingnya pendidikan,
begitu juga dengan anaknya. Mereka hanya berfikir bagaimana mendapatka
pekerjaan dengan bermodalkan pada ijazah SMA. Bahkan mereka sudah pesimis tidak
mampu menyelesaikan admistrasi pembayaran di perguruan tinggi. “ padahal jika
mereka mau dan niat menyekolahkan anaknya keperguruan tinggi pasti akan diberi
jalan oleh Allah. Apa lagi ini untuk pendidikan, pasti ada saja jalan
rezkinya.”
Waluyo bersyukur karena anak-anaknya mengerti betapa
pendidikan itu penting, ia hanya perlu meendukung dan mendoakan saja. Ia tak
ingin anaknya bernasib sama dengannya dimasa mendatang, bahkan ia rela
mengorbankan apa saja demi anaknya. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana mencari
rezki untuk membiayai anaknya bersekolah. Karena menurutnya menuntut ilmu
setinggi-tingginya itu penting. Orang yang berilmu dan bermanfaat bagi orang
banya itu mempunyai derajat sendiri.
Arti Broadcaster
Waluyo sebagai ayah sekaligus kepala keluarga tak memaksa
kehendaknya kepada anaknya untuk menentukan masa depan. Ia percayakan massa
depan anak-anaknya kepada masing-masing anaknya, karena menurutnya yang akan
menjalani masa depan adalah anak-anaknya sendiri. Ia hanya perlu mengarahkan
dan mendoakannya apa yang ingin dirain anak-anaknya dimasa depan.
Termasuk pilihan anaknya yang memasuki dunia broadcaster,
sebenarnya waluyo agak tak setuju dengan pilihan anaknya dalam memasuki dunia
broadcaster yang cukup berat. Seorang broadcaster yang dikejar-kejar deadline,
waktunya banyak terbuang untuk
pekerjaannya dari pada dengan keluaarga, ditambah lagi dengan kodisi kesehatan
putrinya yang jika terlalu capek akan langsung drop.
“sebenarnya saya ingin anak saya menjadi akuntan saja,
melanjutkan pendidikannya yang dulu sudah ditekuni sewaktu SMK.”ucap waluyo,
namun ia sadar tak mungking memaksa kehendaknya. Ia begitu menyayangi
putri-putrinya dengan caranya sendiri. Waluyo membiarkan anak-anaknya menempuh
jalan kesuksesannya masing-masing entah apa yang akan dilakukan anaknya,
asalkan pekerjaan itu halal. Ia akan selalu mendukung dan mendoakan. “saya
hanya bisa mendukung serta mendoakan apa yang sudah menjadi cita-cita anak-anak
saya dalam meraih kesuksesannya, karena kita tak akan tau apa yang akan terjadi
dimasa depan.” Ucap waluyo mantap
Mengakhiri ceritanya, waluyo berharap kelak anak-anaknya
mampu mengamalkan ilmu yang diperolehnya serta turut membantu memajukan bangsa
serta mendapatkan apa yang sudah dicita-citakan anak-anaknya.
0 komentar:
Posting Komentar